April 25, 2025
IMG-20241227-WA0058
Advertisements

JabarBanten.id-Kabupaten Tangerang – Kasus dugaan pencabulan terhadap seorang anak di Kampung Hauan, Desa Tobat, Kecamatan Balaraja, Kabupaten Tangerang, menjadi sorotan tajam publik.

Diketahui tersangka (SG) yang merupakan bendahara Masjid sekaligus karyawan PT. EDS Manufacturing Indonesia (PEMI), diduga melakukan tindak pencabulan terhadap seorang anak pada 30 November 2024. Namun, setelah lebih dari 2 Minggu Laporan Polisi (LP) keluarga korban merasa bahwa proses hukum berjalan lambat, dan intervensi dari pihak tertentu semakin memperburuk situasi.

Ayah korban Ustad MM mengungkapkan kekecewaannya terhadap sikap Kepala Desa Tobat, yang diduga berpihak pada pelaku. Alih-alih mendukung upaya penegakan hukum, Kepala Desa malah berusaha mendamaikan kedua pihak.

Disisi lain, Rizal ketua YLPK Perari mengatakan tindakan ini jelas mencederai semangat keadilan, apalagi dalam kasus yang menyangkut kejahatan berat seperti pencabulan anak.

“Kepala desa seharusnya mendukung proses hukum, bukan memediasi perkara pidana,ini bukan masalah sepele” ucap Rizal Ketua YLPK Perari Provinsi Banten.

Kasus ini terungkap berkat keberanian seorang teman korban yang melaporkan kejadian tersebut kepada orang tuanya. Setelah mendapat tekanan, korban akhirnya mengakui tindakan bejat pelaku yang memberikan susu kotak sebelum membawanya ke kamar. Bahkan, korban menyebutkan adanya ancaman yang membuatnya takut untuk melapor lebih cepat. Keberanian anak ini seharusnya diapresiasi, namun penanganan kasus oleh pihak yang berwenang justru meresahkan banyak pihak.

Pihak dari keluarga korban melaporkan kasus ini ke Polres Tangerang dengan nomor LP/B/1202/XII/2024/SPKT pada 16 Desember 2024.

Kami keluarga korban merasa kasus ini lambat diproses, Kami kecewa,karena kami merasa ini lebih dari sekedar persoalan keluarga.

“Ini adalah kejahatan yang harus ditindak tegas,” Ungkapnya keluarga korban.

Dalam penuturan keluarga korban, pelaku awalnya menyangkal perbuatannya saat dikonfrontasi. Namun, tak lama kemudian ia mengaku telah melakukan perbuatan cabul selama 3 Minggu. Pelaku bahkan sempat meminta agar kasus ini tidak dibesar-besarkan dan meminta maaf kepada keluarga korban.

Baca Juga  Rayakan Milad ke 3 Redaksi Jawara Banten ARM Group Gelar Santunan Anak Yatim Piatu 

Meskipun demikian, keluarga korban tetap berpegang pada prinsip keadilan dan menuntut agar kasus ini diproses secara hukum.

Tindakan Kepala Desa yang berusaha mendamaikan kedua pihak, menurut keluarga korban, adalah bentuk ketidakpedulian terhadap hak korban.

Seharusnya dalam kasus pidana pencabulan dengan ancaman pidana 5 tahun tanpa dan adanya Restoratif Justice (RJ),dan korban harus mendapat perlindungan atas dasar hukum yang berlaku.

Kasus ini menjadi bukti bahwa meskipun korban telah berani melaporkan, namun kekuatan hukum yang lamban dan pengaruh lokal yang besar dapat menghambat upaya penegakan hukum.

Ustadz MM, sebagai orang tua korban, mengingatkan bahwa dalam hukum Islam pun, meskipun ada ruang untuk memaafkan, namun keadilan harus ditegakkan tanpa kompromi.

“Proses hukum seharusnya menjadi jalan yang tidak boleh terhambat oleh pertimbangan pribadi atau intervensi pihak-pihak tertentu”tuturnya.

 

Dengan begitu, kasus ini menjadi ujian besar bagi Aparat Penegak Hukum (APH) di Kabupaten Tangerang, khususnya Polresta Tangerang dan pemerintah desa Desa Tobat. Masyarakat menunggu kejelasan dan ketegasan dari pihak berwajib agar kasus ini tidak menjadi preseden buruk dalam penegakan hukum di Indonesia.

Red/JB

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *