
Jabarbanten.id-Pandeglang – Bagi pekerja, berlibur adalah salah satu cara untuk menghilangkan rasa penat akan pekerjaan dan cara jitu untuk mengurangi kesumpekan pikiran pada rutinitas sehari-hari.
Bagi Komunitas Alumni SMA satu Rangkasbitung angkatan 1995 yang memiliki hobi Ngelancong dan Touring (Asak’s 95 Ngelantour) berkemah sebenarnya tak susah mencari lokasi untuk berkemah. Ada beberapa tempat yang seru untuk bermalam di tengah alam dan jauh dari peradaban. Salah satunya adalah Gunung Pulosari. Hal itu dikatakan, Ketua tim Asak’s 95 Ngelantour, Iim Halimi kepada wartawan, Sabtu (25/05/2024).
Masih kata Iim, kegiatan bermalam di Kawah Gunung Pulosari merupakan agenda yang belum terlaksana. Pasalnya pendakian ke Gunung Pulosari telah lama ditutup.
“Alhamdulillah, setelah dibuka kembali jalur pendakian Gunung Pulosari via Cihunjuran, kami bisa melaksanakan agenda yang telah lama tertunda. Kali ini kami ke Gunung Pulosari selama tiga hari mulai tanggal 24 – 26 Mei 2024,” ujar Iim.
Lebih lanjut Iim menjelaskan, Gunung Pulosari adalah salah satu gunung yang terdapat di Provinsi Banten. Tepatnya di Kabupaten Pandeglang. Jaraknya dari rumah saya hanya 33 km saja. Atau dengan waktu tempuh kurang lebih 1 jam perjalanan dengan menggunakan sepeda motor. Ketinggiannya berada di 1346 Mdpl.
“Kami memilih Gunung Pulosari untuk dijadikan tempat bermalam, karena Gunung Pulosari memiliki ketinggian yang tidak terlalu tinggi. Sedanglah buat kami-kami yang berusia kepala 4 lebih,” terang Iim.
Senada dengan itu, salah satu peserta, Ade Rustandi mengatakan, selain kawah, objek wisata lain di Pulosari adalah Curug Putri. Kira-kira butuh waktu 30-60 menit mencapai air terjun (Curug -red)
“Semakin jauh dari curug, jalur pendakian semakin beragam. Dari jalan berbatu-batu, berganti dengan jalan yang lebih berair karena sedang musim penghujan. Untung kami mengenakan sepatu sehingga tak perlu kerepotan dengan terjebak lumpur dingin,” terang pria yang akrab dipanggil Kebug.
Masih kata Kebug, ini adalah kedua kalinya Ia ke Pulosari dan berkemah di kawahnya.Semakin rendah matahari, lanjut Kebug, suhu udara semakin turun. Kabut mulai bergerak turun dan menghalangi jarak pandang. Pepohonan terlihat bagai bayang-bayang.
“Setelah semua kemah dan isi di dalamnya beres, kami jalan keliling melihat-lihat kawah, kepulan asap berbau belerang terbang ke arah angin bertiup. Menyatu dengan kabut-kabut yang semakin tebal. Suasana semakin gelap dan dingin menusuk tulang. Lalu kami memasak di dalam tenda, nasi goreng pedas dengan telur orak-arik. Setelah makan, sebagian dari kami tertidur, sebagian lagi mengobrol dulu,” ucap Kebug.
“Tak ada suara klakson dan knalpot kendaraan melainkan suara serangga dan cuitan burung. Ach, dunia terasa damai sekali dari dalam tenda ini,” kata Kebug lagi.
Redaksi (Ajat)
Editor: Hasan