
Jabarbanten.id-Tangerang – Aksi mahasiswa GMNI seruduk Kantor Pertanahan ATR/BPN Kabupaten Tangerang berlangsung ricuh, akibatnya pelayanan sempat terhenti akibat situasi yang tidak kondusif.
Unjuk rasa mahasiswa GMNI (Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia) terkait pagar laut yang terbit HGB dan SHM, dan menuntut beberapa hal dari ATR/BPN Kabupaten Tangerang.
Situasi semakin memanas di halaman kantor ATR/BPN dan sempat terjadi kericuhan dan perdebatan panjang antara perwakilan Mahasiswa dengan perwakilan ATR/BPN dan saling dorong dengan petugas Aparat Penegak Hukum dan Satpol-PP, dikarenakan aksi demo akan mendobrak masuk dalam kantor ATR/BPN Kabupaten Tangerang.
Sementara, untuk meluapkan kekesalannya karena tak dapat jawaban riil dari pejabat ATR/BPN, sejumlah mahasiswa langsung membakar ban mobil dan replika kapal nelayan di depan gerbang masuk kantor ATR/BPN Kabupaten Tangerang.
Dalam aksi tersebut, Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) yang terdiri dari beberapa mahasiswa berbagai Kampus, menuntut Tritura (Tiga Tuntutan Rakyat) sebagai berikut:
1. Menuntut Kepala Kanwil ATR/BPN mentranspransikan alasan serta penerbitan alas hak laut di pesisir Utara Kabupaten Tangerang.
2. Menuntut Kepala Kanwil ATR/BPN Kabupaten Tangerang untuk memberikan sanksi kepada segenap PPAT yang berperan dalam penerbitan alas hak tersebut.
3. Menuntut Kepala Kanwil ATR/BPN Kabupaten Tangerang untuk mengundurkan diri apabila tidak sanggup melaksanakan 2 point diatas.
Endang Kurnia Koordinator GMNI mempertanyakan secara riil proses pengukuran laut sebelum diproses menjadi Sertifikat Hak Milik (SHM), Sertifikat Hak Guna Bangun (HGB), Sertifikat Hak Guna Usaha (HGU) dan Sertifikat Hak Pengelolaan Lahan (HPL), yang diberikan salah satunya kepada PT Cahaya Into Sentosa.
Kata Endang, yang ditimpali rekan hamasiswa lainya, pertanyaan sederhananya, kenapa lahan yang notabene masih berupa laut itu sudah muncul Sertifikat.
“Siapa tim ajudikasi dan panitia pengukuran laut tersebut sebelum muncul sertifikat tanah. Siapa saja yang terlibat dalam pengukuran laut, bagaimana prosesnya. Pertanyaan mendasarnya, kenapa lahan yang masih berupa latu, itu muncul HPL??,” tanya Mahasiswa saat aksi.
Menurut dia, jika dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 33 ayat (3) dijelaskan bahwa (3) Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan
dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Jika saat ini laut dikuasai oleh sekelompok orang atau corporasi, lantas dimana peran negara dalam hal ini ATR/BPN, apalagi sampai mengeluarkan sertifikat hak milik di atas laut.
“Coba bapak-bapak pejabat BPN jelaskan kepada kami, bagaimana prosedurnya sampai-sampai laut itu bisa muncul sertifikat kepemilikan. Bahkan disebut lahan milik adat, milik ulayat, ulayat yang mana??. Tolonglah pak, BPN kerjasnya yang bener, masa tanya cara ukur laut saja tidak dijawab,” tegasnya.
Edi Dwi Daryono Kepala Seksi Sengketa pada ATR/BPN Kabupaten Tangerang menjelaskan, prosedur pembuatan Sertifikat lahan itu dasarnya adalah permohonan dari pemilik. Laut utara yang sekarang bersetatus SHM, SHGB, SHU dan HPL itu ada pemohon baik dari perorangan maupun dari sejumlah perusahaan.
Dasar kepemilikan lahan itu sendiri menurut Edi, adalah berupa tanah adat atau tanah ulayat, yakni berupa girik-girik atas nama masyarakat. Setelah dialukan proses sertifikat sesuai prosedur yang dilakukan oleh panitia maka munculah seritifikat kepemilikan.
“Kami masih melakukan proses dan evaluasi untuk bahkan selama proses itu kita umumkan dan tidak ada yang menggugat atau menyanggah proses pembuatan sertifikat tersebut,” tuturnya.
“Pengukurannya dilakukan oleh pihak ke tiga, panitia didalamnya kita ATR/BPN, dan salahsautnya kepala desa. Jadi ada Empat orang dari BPN dan 1 orang dari Kepala Desa,” ucap Edi.
Edi langsung bergegas masuk ke ruang ATR/BPN dengan pengawalan ketat, sehingga para awak media dan Mahasiswa GMNI tak mendapat penjelasan lebih detail soal pengukuran laut pantura,saat ditanya nama-nama yang ikut dalam pengukuran laut.
“Kita tunggu saja dari Kementerian, sesuai perintah Bapak Menteri. Semua dasarnya dari BPN, baru dianu sama Bapak Menteri, Bapak Menteri baru melihat datanya dengan pimpinan tinggi kita di Kabupaten dan Provinsi prosesnya. Tidak ujug-ujug membuat Sertifikat begiu saja, ada beberapa administrasi,” pungkasnya.
Kasus soal pemagaran laut ini menjadi trending topik dan viral di medsos dan mainstream, yang pada akhirnya Kementerian Kelautan dan Perikatan (KKP) dan TNI Angkatan Laut turun langsung untuk membongkar pagar Bambu yang dinilai merugikan masyarakat terutama para Nelayan ini.
Red/Hasan